Go Blog

PRIVATE TEACHER Part VI

Posted by Awan Punya Cerita Wednesday, December 2, 2009

Malam itu mbak Mar di ruang tengah nonton TV, ini saatnya beraksi. Aku gabung duduk di sebelahnya. TV menyajikan sinetron lokal kesukaannya. Gimana ya caranya memulai ? Aku bingung...
"Mbak udah punya pacar?"tanyaku
"Eh...hm... kenapa nanya-nanya?"malah balik nanya.
"Ya... pengin tahu aja. Punya ya?"
"Dulu......pernah"
"Sekarang engga ?"
"Udah putus"
"Kenapa putus?"
"Gak mau cerita ah..."
Macet lagi.
"Orang mana mbak?"
"Ada aja..mau tahu aja"
"Ya udah kalo gak mau kasih tahu..."
"Kenapa emang?"
"Saya pengin tahu kalo pacaran tuh ngapain aja..."
"Huu.... anak kecil gak boleh tahu..."
"Saya udah SMA, bukan anak kecil lagi"
"Tapi belum tujuhbelas..."
"Tahun depan udah.... Ayo dong mbak, kasih tahu ngapain aja"
"Engga ah... tahun depan aja"
"Kelamaan...."
"Emang sekarang udah punya pacar?"
"Belum...."
"Ya udah, entar aja kalo udah punya..."

Beberapa saat kemudian di layar ada adegan cowo yang hendak mencium pacarnya, tapi bibir belum sempat bertemu, adegan sudah dipotong dan...."Bersambung". Sinetron habis.
"Mbak ciuman juga ya kalo pacaran?"tanyaku sambil menggeser pantatku mendekatinya.
Dia hanya tersenyum. Eh..manis juga senyumnya. Channel kupindah, di HBO ada filem barat.
"Iya kan ?"
"Mau tahu aja...."
"Berarti iya. Enak ya mbak?"
"Hus... anak kecil nanya macem2..."
"Ajarin saya dong mbak...."
"Mas ini nakal....."
"Kok dari dulu panggil saya Mas melulu.... mbak kan lebih tua, panggil aja saya Didin"
"Yee... Ibu nyuruh manggil mas kok"
"Gak pa-pa. Umur mbak berapa sih?"
"20"
"Eh... tahunya selisih 4 tahun.... kirain..."
"Kirain apa?"potongnya.
"Kirain mbak baru 17"
"Ngawur...."
"Bener. mbak kelihatan lebih muda..."
Dia hanya ketawa. tapi wajahnya menyiratkan rasa senang. Kugeser lagi dudukku mendekatinya sehingga pinggulku nyaris bersentuhan dengan pinggulnya.

Macet lagi. Aku tak ada ide lagi.
"Entar kalo nyari pacar pengin kaya mbak"kataku membuka pembicaraan lagi.
"Ha...ha...masa nyari pacar kaya pembantu"
"Maksud saya.... yang manis dan seksi kaya mbak"Aku mulai masuk.
"Kaya tahu aja artinya seksi..."
"Tahu lah..."
"Emang seksi itu apa...." Dia mulai terpancing.
"Ya.... kaya mbak...."
Dia menoleh, mata bulatnya menatapku, seperti menunggu kelanjutan perkataanku.
"Dadanya....emmm...... "kataku sambil memperagakan bulatan dengan kedua telapak tangan di dadaku
Mbak Mar menunduk sekilas melihat dadanya sendiri, lalu kembali menatapku, menunggu.
"Pinggang yang kecil, dan....."
"Dan apa?"sahutnya.
"Pantat yang bulet"kembali aku membentuk bulatan dengan tangan.
"Belajar ngerayu ya...."
"Emang.... kan hampir tujuhbelas..."
Dia kelihatan senang aku puji begitu. Pandangannya kembali ke layar TV. Kuberanikan lenganku merangkul bahunya.
"Apaan sih...."katanya sambil menepis lenganku kembali ke tempatnya semula.
"Cuman gini aja kok mbak.... gak pa-pa kan?" Kurangkul kembali bahunya. Dia diam, tak menepis tanganku. Beberapa saat berikutnya kami berdiam diri menonton filem HBO, tanganku masih merangkul, bahkan mulai mengelusi bahunya.

Saat layar menyajikan adegan sepasang bule berciuman,
"Enak ya kayanya ciuman gitu...."komentarku. Dia masih diam.
Aku nekat, dengan cepat Aku bergerak mencium bibirnya. Bibirku sempat menyentuh bibirnya yang hangat sebelum dia berontak.
"Mas ! kamu ..... "teriaknya sambil beranjak berdiri.
Lengannya kutangkap dan kutarik dia duduk kembali.
"Saya pengin cium mbak.... sebentar aja...."kataku.
"Engga !"
"Pengin ngerasain enaknya ciuman"kataku lagi. Dia diam.
"Boleh ya mbak.... bentar aja"mukaku mendekati kukanya. Aku menciumnya. Mbak Mar pasif tapi tak menolak. Kulumat bibirnya, lidahku iku menyapu-nyapu mencoba membuka bibirnya. Akhirnya terbuka juga, lidah kami bertemu. Berikutnya bibirnya mulai aktif menyambut lumatan bibirku. Nafasnya kurasakan mulai memburu. Horee.... Aku berhasil mencium mbak Mar, pembantu Tanteku.... Tidak sebentar seperti permintaanku tadi. Cukup lama, sampai penisku menegang kencang. Tentu saja seperti yang kulakukan pada Tante, otomatis tanganku ke dadanya, kuremas. Mendadak mbak Mar menepis tanganku dan lalu melepaskan ciuman. Lalu, tak terduga dia menampar pipiku. Aku kaget atas reaksinya.
"Kamu jangan kurang ajar ya...."katanya kelihatan marah. Aku gugup, bingung musti gimana menghadapi penolakan. Aku belum pernah mengalami penolakan seperti ini.
"Bukan begitu mbak.... " Dia diam, masih terlihat marah.
"Saya udah lama perhatiin mbak...."kataku berbohong.
"Mbak gak ngerasa kan saya perhatiin...." Masih diam.
"Saya tertarik sama mbak..."Aku masih coba merayunya.
"Saya ingin pacaran sama perempuan yang baik .... selama ini mbak kan baik banget ama saya..."
"Saya ingin pacaran sama perempuan yang seksi..."
Mbak Mar menolehku
"Gak mungkin"katanya pelan.
"Apanya yang gak mungkin"
Dia tak menjawab.
"Apa salahnya kalau kita pacaran?"tanyaku sambil mulai merangkul lagi bahunya.
Masih diam.
"Apa salahnya?" Kuulang pertanyaanku. Mbak Mar menggeleng, lalu kepalanya rebah di bahuku, matanya terpejam.
Kudekati mukanya dan kucium lagi bibirnya. Mbak Mar menyambut ciumanku, bibirnya ikut melumat dan lidahnya juga ikut bermain, sedangkan penisku menggeliat lagi. Kami terus berpagutan. Tanganku tak berani lagi mampir ke dadanya, Aku hanya berani meremas-remas telapak tangannya.

Kutuntun telapak tangannya menuju selangkanganku dan kuletakkan tangannya di atas celanaku yang menggembung keras karena ulah penisku. Mbak kaget melepaskan ciuman dan menarik tangannya, matanya menatap selangkanganku. Aku tak mau kehilangan moment enaknya berciuman, kusandarkan lagi kepalanya ke lenganku dan kucium lagi bibirnya. Perlahan kutuntun lagi tangannya ke tempat semula, kemudian telapak tangannya yang sudah berada di celanaku aku remas-remas. Jadinya dia seolah meremasi penisku. Kugeserkan telapak tangan itu keatas dan kebawah, menyusuri juluran panjang penisku. Ketika tanganku melepas tangannya, dia sudah 'pandai' meremasi penisku sampai membuatku keenakan walaupun masih terlapisi dua lembar kain. Tanganku mengelusi bahunya.

Ciumanku turun dari bibirnya ke dagu, lalu ke lehernya. Mulutnya mulai mendesah, tampaknya dia mulai menikmati ciumanku. Kuberanikan menurunkan telapak tanganku dari bahunya menjamah dadanya. Tanganku ditepisnya. Aku sangat ingin meremasi buah dadanya yang terasa amat kenceng dan padat meskipun tak menyentuh langsung. Kuulangi lagi menjamah, ditepis lagi. Usahaku yang ketiga bahkan membuat dia melepaskan ciumanku di lehernya. Kutatap matanya seolah bertanya. Kepalanya menggeleng lemah, pandangan matanya sayu, mengingatkanku pada mata Tante kalau sudah sayu begini pasti minta aku segera masuk. Aku tak tahu kalau mbak Mar begini apakah minta dimasuki juga ?
"Kenapa mbak?"
"Tanganmu jangan nakal..."katanya pelan. Kepalaku diraihnya kembali ke lehernya. Kuciumi lehernya.
"Cuman raba-raba doang.. boleh dong mbak..."
Tak ada jawaban.
Tanganku sudah sampai di dadanya. bahkan sudah meremasnya. Tak ada lagi penolakan.
"Jangan dibuka ya..."katanya berbisik.
Tanpa gangguan Aku merabai dan meremasi buah dadanya, gantian kanan dan kiri. Dada mbak Mar memang terlihat menonjol walau ternyata bra yang dia pakai bukan model kain yang keras, lembutnya kain bra terasa oleh tanganku. Ini menunjukkan betapa kencang isinya, tak perlu topangan kain keras. Selain dagingnya yang sangat kencang, juga buah ini bulat bentuknya. Ukurannya memang tak sebesar buah dada Tante, tapi mbak Mar menang dalam hal kencangnya dibanding milik sang majikan.

Puas aku meremas-remas buah dadanya, tapi tanganku ingin langsung merasakan sekelnya daging dada mbak Mar tanpa halangan bra dan blouse-nya. Aku buka kancing blouse-nya. Mbak menepis tanganku.
"Udah dibilang jangan buka...." Dia mengangkat kepalaku dan kami berciuman lagi.
Ya sudah, kalau dia tak mau buka baju, aku saja yang mulai. Kubuka rits celanaku dan kukeluarkan penisku. Lalu tangan mbak Mar kutuntun lagi ke selangkanganku.
Mbak Mar kaget sampai melepas ciuman. Matanya turun menatapi kelaminku yang sudah tegak dengan gagahnya.
"Kamu......"
"Habis.... saya udah gak tahan mbak....." Kubimbing telapak tangannya untuk mengocok penisku. Dia nurut, dan kami berciuman lagi. Nafasnya memburu. Tanganku kembali meremasi dadanya. Lumayanlah meskipun dari luar, daripada engga. Tapi lama sekali aku belum juga merasakan memuncak, mungkin tadi siang udah muntah begitu banyaknya.

Dia lepaskan lagi ciumannya, tangannya juga berhenti mengocok. Mbak Mar terengah-engah.
"Mbak..... dibuka bajunya ya...."
"Engga !" Lalu kembali terengah.
"Bentar aja ya mbak....aku udah gak tahan nih...."
"Kamu mo ngapain" matanya melotot.
"Pengin cium2 dada mbak..."
"Engga. Sama pacar aja saya gak sampai begini..."
"Masa sih...."
"Pokoknya engga !"katanya tegas.
"Kan kita pacaran mbak..." Kalau dibilang ini rayuan, adalah rayuan bodoh, maklum belum pengalaman pacaran.
"Pacaran apaan..."katanya.
"Ya pacaran, Aku suka ama mbak"
"Mas bukan jodoh saya"katanya kemudian setelah diam sebentar. Pernyataan yang lugu.
"Kenapa bukan"tanyaku.
"Saya kan pembantu. Masa' majikan sama pembantu"
"Gak apa-apa kan ?"
"Lagian. .................... "katanya lagi.
"Lagian apa?"tanyaku.
Dia diam, lama.
"Lagian apa mbak?"kuulangi pertanyaanku.
"Mau tahu?"katanya.
"Iya dong... lagian apa"
"Punya Mas besar, punyaku kecil, berarti kita gak jodoh"katanya sambil melirik kelaminku.
Suatu pernyataan yang jujur, walaupun naif. Masa jodoh ditentukan oleh ukuran kelamin ?
Aku ketawa.
"Ketawa lagi...."katanya.
"Iya dong.... lucu sih. Masa jodoh ditentukan ama ukuran"
"Lha iya atuh.... Mas kan mau ama saya cuma main-main kan ?"
Pernyataan terakhir ini yang benar2 menohok jitu.
Yang membuka belangku.
Yang membuatku mundur tak meneruskan aksiku.

0 comments

Post a Comment

Search This Blog